Penyebabnya adalah bakteri bernama Leptospira sp. dari famili Leptospiraceae, yang bersifat zoonosis, artinya dapat ditularkan dari hewan ke manusia dan sebaliknya.
Bakteri Leptospira sp. yang bersifat aerobik dan motil (bisa bergerak) memiliki ukuran 6-20 mm dengan diameter 0,1-0,2 mm. Beberapa spesies bakteri ini yang cukup sering menjadi penyebab Leptospirosis adalah L. pomona, L. grippotyphosa, dan L. hardjo. Anggota spesies ini dikelompokkan secara serologis menjadi serovar dan diperkirakan ada ± 175 serovar.
Penularan dan Gejala Penyakit Leptospirosis yang Dibawa oleh Tikus Kecil ataupun Besar
Penularan Leptospirosis terjadi begitu cepat terutama saat terjadi hujan atau banjir, sebab air yang sering dilewati oleh tikus kecil ataupun besar, menjadi media utama penyebaran penyakit ini. Bakteri Leptospira dapat bertahan hingga beberapa minggu di lingkungan lembap.
Dengan demikian, kemungkinan Leptospirosis pada hewan ternak sangat berpengaruh pada kondisi lingkungan peternakan. Salah satu spesies, L. hardjo, yang menjangkit sapi potong bahkan diketahui memiliki prevalensi tinggi di dalam tubuh ketika tanah di peternakan sapi becek.
Gejala Leptospirosis pada sapi terbagi menjadi 2 fase, yaitu:
- Fase akut; Apabila hewan ternak mengalami infeksi berat, beberapa gejala yang muncul adalah penurunan kondisi badan, produksi susu sapi perah, dan nafsu makan lalu diikuti anemia, demam, dan anoreksia. Abortus dapat terjadi pada sapi bunting dan parahnya lagi infeksi pada sapi berusia muda lebih berat dibandingkan infeksi pada sapi dewasa.
- Fase kronis; Sapi bunting yang terinfeksi akan melahirkan anak sapi dengan kondisi lemah dan muncul cairan keruh dari alat kelamin. Selain itu, saat induk sapi berada dalam kondisi menyusui, warna air susu menjadi kuning dan terdapat gumpalan.
Patogenesis Leptospirosis pada sapi dimulai sejak Leptospira masuk serta berkembang dalam darah dengan masa inkubasi 4 sampai 10 hari. Kemudian bakteri Leptospira keluar melalui air susu dan mulai terjadi kerusakan ginjal.
Pada 5 – 10 hari berikutnya akan terbentuk antibodi di dalam sirkulasi darah dan bakteri menetap di beberapa organ tubuh. Kemudian Leptospira menetap di uterus sehabis masa infeksi dan akan menular ke fetus. Feses yang dikeluarkan sapi telah mengandung bakteri Leptospira yang dapat menularkan ke manusia ataupun hewan lain saat terjadi kontak langsung.
Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Leptospirosis yang Dibawa oleh Tikus Kecil ataupun Besar
Seperti yang telah dituliskan di atas bahwa infeksi pada sapi muda lebih berat daripada sapi dewasa, maka perawatannya akan berbeda. Sapi dewasa penderita akan sembuh dengan sendirinya. Namun lain halnya dengan sapi muda, perlu diberikan antibiotik untuk memutus siklus hidup Leptospira. Beberapa antibiotik guna mengurangi infeksi persistensi adalah chlortetracycline, streptomycin, dan oxytetraxycline.
Untuk upaya pencegahan infeksi pada ternak sapi dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut:
- Memusnahkan atau dekontaminasi semua fetus abortus, ekskreta serta membrane fetus.
- Menjaga air minum hewan ternak agar tidak terkontaminasi dengan urine hewan yang terinfeksi.
- Menyingkirkan daerah lumpur.
- Melakukan pemeriksaan secara berkala pada semua hewan di peternakan.
- Memisahkan hewan bunting dan tidak bunting.
Usaha pencegahan bisa dilakukan pada sapi sehat yang tidak terjangkit, yakni dengan memberikan vaksin enam bulan sekali maupun satu tahun sekali. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan imunitas tubuh dari penyakit. Kemudian upaya yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga kebersihan peralatan makan dan kandang dengan ketat.
Demikian informasi singkat mengenai penyakit Leptospirosis yang dibawa oleh tikus kecil ataupun besar dan menular pada hewan ternak sapi. Semoga bermanfaat.