Dari sisi konsumen, mana yang lebih menguntungkan?
Timbang hidup merupakan salah satu cara menjual hewan qurban, dimana pembeli akan membayar sejumlah uang sesuai bobot badan sapi. Biasanya ditambah lagi dengan biaya pengiriman, pakan dan pemeliharaan.
Selain timbang hidup, sistem taksiran atau dalam istilah Jawa dikenal dengan “jogrok” merupakan cara menjual yang paling banyak dan paling umum dipraktikkan oleh pedagang sapi qurban.
Sistem jogrok, cocok untuk pembeli yang memiliki kemampuan menaksir sapi dengan tepat. Jika tidak, maka kerugian tak terhindarkan. Seringkali pada saat melihat sapi, tampak besar sehingga berani membelinya dengan harga tinggi. Namun, usai dipotong, jumlah dagingnya tidak seberapa banyak tidak sesuai dengan ekspektasi.
Sedangkan dengan sistem timbang, memang dapat menghindari kerugian akibat "salah taksir". Penjualan hewan kurban dengan cara timbang hidup memberikan kejelasan bagi pembeli yang kebanyakan awam dengan ternak sapi.
Dengan timbang hidup, pembeli tidak akan merasa dibohongi oleh penjual sapi. Namun sistem timbang sendiri tidak berarti bebas dari kerugian.
Yang harus diperhatikan adalah proses penimbangannya harus dilakukan pada saat yang tepat, yaitu pada saat sapi telah istirahat sesaat setelah proses pengiriman. Tujuannya agar kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.
Penjelasan tersebut diatas adalah dari sisi pembeli sapi. Bagaimana dengan penjual atau peternak sapi? Beberapa peternak, merasa lebih tenang saat beradu tawar dengan konsumen jika bobot sapi sesungguhnya telah diketahui.
Sebagian lain merasa dengan sistem taksir lebih menguntungkan dibandingkan timbang hidup. Karena untuk kepentingan kurban, terkadang konsumen tidak terlalu memerhatikan bobot. Penampilan fisik sapi yang bagus dan bersih, misalnya, bisa menjadi faktor penentu.
Bahkan seringkali sapi yang bobotnya tak terlalu besar tapi penampakan fisiknya bagus, harganya lebih mahal. Jadi lebih menguntungkan bagi peternak.
Namun, apapun atau bagamanapun transaksinya, peternak lebih senang menjual sapi kurban langsung kepada pembeli. Baik itu di pasar hewan ataupun lapak-lapak hewan kurban, namun masing-masing tempat juga punya kelebihan dan kekurangan.
Jika dijual di pasar hewan, calon pembelinya banyak, namun saat ini hampir tidak ada yang menjual sapi dengan menggunakan sistem timbang hidup. Alasannya beragam, mulai dari kebiasaan atau tradisi di tempat tinggal sampai terkait laba rugi penjualan.
Apalagi jika peternak belum berpengalaman dan tidak mempunyai pelanggan, maka peternak akan menggantungkan penjualannya kepada makelar atau blantik sapi.
Mereka ini akan menawar serendah-rendahnya kepada peternak, namun akan menjual setinggi-tingginya kepada pembeli. Seringnya lagi, walaupun sudah dapat untung, mereka tetap meminta komisi penjualan.
Jika dijual di lapak-lapak sapi kurban pun, butuh biaya sewa lahan, biaya operasional, biaya transportasi, termasuk penyusutan bobot sapi karena stres berada ditempat baru. Artinya, ada potensi kerugian yang harus diperhitungkan juga.
Sumber: kitabisa.com