RAGAM INFORMASI

TENTANG DUNIA PERSAPIAN

Memiliki Banyak Keunggulan, Sapi Pesisir Layak Dikembangkan

Bangsa sapi lokal terbukti memiliki beberapa keunggulan antara lain: mudah beradaptasi dengan lingkungan tropis, memiliki sifat resistensi cukup baik terhadap penyakit daerah tropis, dan memiliki kemampuan beradaptasi pada kondisi ketersediaan pakan (hijauan) yang terbatas dan bergizi rendah. Selain itu, sapi lokal juga berperan penting dalam sisitem usaha tani di perdesaan dan telah dipelihara peternak dalam waktu yang lama. Salah satunya adalah Sapi Pesisir, sapi asli yang berkembang di kawasan pesisir Sumatera Barat.

Sapi ini diduga adalah  sisa dari sapi asli yang pada mulanya berkembang di Kabupaten Pesisir Selatan. Namun saat ini populasi sapi pesisir juga ditemukan di Kab. Padang Pariaman, Kab. Pesisir Selatan dan Kab. Agam, yang  umumnya dipelihara secara bebas (berkeliaran). Masyarakat Sumatera Barat menyebut sapi lokal pesisir dengan nama lokal, misalnya ada yang menyebut ‘jawi ratuih’ atau ‘bantiang ratuih’, yang artinya sapi yang melahirkan banyak anak.

Jenis sapi ini sangat populer, hampir 75% sapi yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) kota Padang adalah sapi pesisir. Selain sebagai penghasil daging, sapi ini juga memiliki keunikan, yaitu bobot badannya relatif kecil sehingga tergolong sapi mini (mini cattle).

Sapi pesisir jantan dewasa (umur 4-6 tahun) memiliki bobot badan 186 kg, jauh lebih rendah dari bobot badan sapi bali (310 kg) dan sapi madura (248 kg). Dengan bobot badan yang kecil tersebut, sapi pesisir berpeluang dijadikan sebagai hewan kesayangan (fancy) bagi penggemar sapi mini. Dengan keunikan tersebut, sapi pesisir perlu dikembangkan dan dilestarikan sumber daya genetik (plasma nutfah) nasional.

Sapi Pesisir memiliki keragaman warna bulu yang tinggi dengan pola tunggal yang dikelompokkan atas lima warna utama, yaitu merah bata (34,35%), kuning (25,51%), coklat (19,96%), hitam (10,91%) dan putih (9,26%). Sapi pesisir dikenal  jinak sehingga lebih mudah dipelihara.

Karakteristik lain dari sapi pesisir adalah tanduknya  pendek dan mengarah keluar seperti tanduk kambing, Sapi jantan memiliki kepala pendek, leher pendek dan besar, belakang leher lebar, ponok besar, kemudi pendek dan membulat.Sedangkan Sapi betina memiliki kepala agak panjang dan tipis, kemudi miring, pendek dan tipis, tanduk kecil dan mengarah keluar.

Meskipun tergolong sapi kecil, sapi pesisir memiliki persentase karkas cukup tinggi yaitu 50,6%, lebih tinggi dari persentase karkas sapi Ongole (48,8%), sapi Madura (47,2%), sapi PO (45%) dan kerbau (39,3%), namun sedikit lebih rendah dari persentase karkas sapi Bali (56,9%).

 

Pengembangan Sapi Pesisir

Bobot badan yang kecil sangat efisien dalam pemanfaatan ruang, daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tropis dan berperan besar bagi peternak di kawasan pesisir Sumatera Barat. Kemampuan beradaptasi sapi pesisir dapat membuka peluang bahwa sapi ini berpeluang dikembangkan di kawasan pesisir nusantara dan pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni.

Sudah saatnya Pemda Sumbar menjadikan sapi Pesisir sebagai tumpuan utama ternak penghasil daging. Saatnya pula riset-riset sapi pesisir dikembangkan dan digarap secara serius. Bila itu bisa dilakukan maka dapat diharapkan populasi sapi pesisir dapat terjaga dan peranannya sebagai sumber pendapatan, sumber bahan pangan hewani dan lapangan kerja bagi peternak di daerah pesisir dapat ditingkatkan.

Sumber; 

  • bunghatta.ac.id
  • sumbarprov.go.id

Perbandingan Harga Sapi Limosin dan Simental, Mana Yang Lebih Mahal?

Di Indonesia ada 2 jenis sapi yang sangat populer karena performa dan bobotnya yaitu sapi Simental dan sapi Limosin. Tampilan kedua jenis sapi ini memang terlihat lebih gempal dan bongsor jika dibandingkan dengan sapi lokal, sehingga ‘menggoda’ mata para pedagang daging dan pemburu hewan kurban. Baca selengkapnya...

Rahasia Merawat Sapi Perah agar Menghasilkan Susu Murni Kualitas Terbaik

Sapi, walaupun jenisnya sama, ternyata bisa menghasilkan susu murni dengan kualitas yang berbeda beda. Ada yang menghasilkan susu kualitas nomor satu, sementara yang lain menghasillkan susu sapi dengan kualitas standar saja. Kualitas susu sapi tak melulu bergantung pada jenis sapi perahnya saja melainkan juga bagaimana cara merawatnya. Baca selengkapnya...

Penyakit Demam Tiga Hari Pada Sapi, Meski Ringan Namun Merugikan

Nyamuk ternyata tidak hanya mengisap darah manusia, tetapi juga hewan ternak seperti sapi. Tak sekedar mengisap darah, nyamuk tersebut juga menularkan Penyakit Demam Tiga Hari pada sapi, atau dalam Bahasa ilmiahnya disebut sebagai Bovine Ephemeral Fever (BEF), dan dalam Bahasa Inggris sebagai Three Days Sickness. Banyak juga peternak yang menggunakan istilah gomen untuk menyebut penyakit ini. Meski tidak terlalu berat, penyakit ini dapat membuat kerugian cukup besar pada peternak sapi, karena… Baca selengkapnya...

Cara Menjinakkan Sapi

Kegiatan menunggang sapi atau gerobak sapi di Desa Bengking menjadi salah satu cara memanfaatkan potensi pertanian dan pariwisata daerah. Pendapatannya memang cukup menggiurkan. Tarif menunggangi sapi senilai Rp50.000 per orang. Sedangkan tarif gerobak sapi ukuran besar senilai Rp250.0000. Gerobak besar bisa ditumpangi 10-12 orang dewasa atau 15-20 anak-anak. Menurut keterangan salah satu peternak sapi di Desa Bengking, yaitu Yanto alias Mas Petruk, untuk dapat menggunakan sapi sebagai hewan… Baca selengkapnya...

Harga Sapi Perah Dan Cerita Tentang Keju Mozarella Khas Malang

Untuk membuka usaha peternakan sapi perah, sebaiknya menggunakan Sapi Friesian Holstein. Sapi asli Belanda ini memang dikenal sebagai ternak sapi yang paling produktif karena mampu menghasilkan susu yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan sapi perah jenis lainnya. Itu sebabnya banyak orang mencari informasi mengenai harga sapi perah Friesian Holstein terkini. Baca selengkapnya...
  • Bali Cattle National Asset that Needs to be Preserved

    The government needs to increase the population and productivity of Bali cattle, a national asset other countries do not have, an expert has said. The Bogor Agricultural Institute’s (IPB) animal husbandry professor Ronny Rachman Noor said on Thursday that Bali cattle had often been undervalued by the government because they were local livestock.