Pada beberapa waktu yang lalu, pengelolaan SMA dan SMK adalah wewenang dari pemerintah kabupaten/kota. Namun ada perubahan kebijakan, saat ini wewenang tersebut diambil alih oleh pemerintah provinsi. Akibatnya, sejumlah daerah mulai memberlakukan kebijakan baru yakni memperbolehkan pihak sekolah untuk kembali menarik iuran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Regulasi sekolah gratis alias terbebas dari pungutan SPP hanya diberlakukan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri. Kebijakan tersebut berlaku secara nasional.
Di Ponorogo, di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo, ada sebuah Yayasan, yaitu Yayasan SMK 1, yang memiliki kebijakan unik untuk siswa yang kurang mampu membayar biaya pendidikan.
Menurut Ketua Yayasan SMK 1 Pemda Ponorogo Imam Subaweh, sebanyak 44 siswa kurang mampu di sekolah ini, tak perlu membayar biaya pendidikan. Namun, mereka bisa mengganti biaya tersebut dengan menyetorkan kotoran sapi.
Sebagian besar peserta didik yang sekolah ini adalah siswa putus sekolah karena berbagai alasan, salah satunya karena faktor ekonomi. Mereka berasal dari keluarga-keluarga yang tinggal di lereng pegunungan. Yayasan SMK 1 kemudian menampung ulang dengan biaya gratis. Siswa hanya diminta membantu sekolah mengumpulkan kotoran sapi dari kandang lalu disetor sebagai pengganti SPP.
Bagi siswa yang tidak punya ternak sapi didorong untuk mencari kotoran sapi di sekitar lingkungannya, untuk kemudian disetor setiap hari bersamaan dengan jadwal masuk sekolah.
Tidak ada patokan jumlah atau volume kotoran sapi yang boleh disetorkan siswa ke sekolah. Selain bersifat sukarela, kebijakan itu bertujuan untuk mengedukasi masyarakat dan siswa untuk peduli dengan masalah pecemaran lingkungan.
Program sekolah gratis dengan membayar kotoran sapi ini, ternyata sangat membantu siswa untuk terus melanjutkan sekolah. Kotoran sapi yang sudah terkumpul kemudian dijemur sampai kering, selanjutnya diambil oleh pengepul sebagai bahan baku pupuk yang akan disetor ke pabrik pupuk organik di Madiun.
Selain itu, karena SMK 1 Pemda Ponorogo termasuk jurusan peternakan, program sekolah gratis dengan membayar kotoran sapi ini bisa menjadi pembelajaran langsung siswa, dengan menjadikannya sebagai bahan baku pupuk kompos. .
Menurut Imam, metode pembelajaran berwawasan lingkungan ini sudah berjalan beberapa tahun terakhir. Hingga saat ini, SMK 1 Pemda Ponorogo dengan akreditasi B sudah meluluskan enam angkatan. Sekolah gratis ini memang mempunyai niatan untuk menghadapi tantangan pencemaran lingkungan karena produksi kotoran limbah sapi perah di Ponorogo.