Uniknya, para pemilik hewan ternak ini tidak takut tertukar atau hilang, karena mereka menandai masing-masing ternaknya dengan cara diberi simbol di badannya.
Lahan di Padang Savana Doroncanga ini sebenarnya dipenuhi bebatuan hasil letusan gunung Tambora pada tahun 1815, namun rumput yang menjadi makanan sapi tumbuh dengan subur di sela-sela bebatuan tersebut. Sapi disini sangat mahir mencari rumput rumput, karena merupakan habitas sapi sejak lahir. makan, minum dan tidur selalu ditempat ini.
Sapi-sapi ini juga memiliki jadwal aktifitas yang teratur, pada jam 04.00 WITA, ribuan sapi akan tampak beriringan menuju pusat air minum di sekitar pinggir pantai. Pukul 12.00 WITA, sapi akan beristirahat hingga sore hari. Sore harinya sekitar jam 16.00 WITA, kembali mencari makanan di sekitar kaki gunung.
Demkian juga di Padang Savana Saraenduha, meski areanya tidak terlalu luas karena sebagian telah ditanami tebu oleh perusahaan gula yang baru beroperasi di Dompu. Tidak seperti di Padang Savana Doroncanga, habitat sapi ditempat ini agak mengkhawatirkan para pemilik sapi, karena sering terjadi kehilangan ternak, tidak hanya sapi, tapi juga kerbau, maupun kuda.
Akibatnya, mereka harus berjaga-jaga dan menginap di area pelepasan. Hilangnya ternak bukan pada lokasi savana bukan karena pencurian akan tetapi ikut bergabung dengan hewan ternak lainnya. Seperti yang terjadi pada saat penyelenggaraan Festival Pesona Tambora (FPT) pada tahun 2018, banyak ternak yang hilang, baik sebelum kegiatan maupun sesudah kegiatan.
Sumber: kumparan.com