Kebutuhan daging sapi di Indonesia terbilang cukup tinggi. Pada tahun 2012, daging yang dikonsumsi mencapai 484 ribu ton dan tidak semuanya berasal dari pemotongan sapi lokal. Dari 399 ribu ton daging sapi lokal, 85 ribu ton sisanya merupakan alternatif pemerintah untuk melakukan impor sapi potong dari Australia.
Sebuah penelitian oleh Primawidyawan et al. pada tahun 2015 pernah membahas mengenai penyakit-penyakit yang menghambat perkembangan peternakan sapi di Indonesia. Selain Masuk Angin Perut Kembung, ada penyakit diare pada ternak sapi yang disebut sebagai Bovine Viral Diarrhea (BVD) sapi potong impor.
Hasil deteksi dari 100 sampel ekor sapi, hanya ada 63 ekor yang kebal diare setelah diberi antibodi BVD. Keadaan ini mengindikasikan bahwa ada infeksi BVD yang perlu diwaspadai.
Penularan dan Gejala Penyakit Penyebab Diare Pada Sapi
Penyakit yang juga menginfeksi biri-biri ini, pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1988. Saat itu, virus BVD menyerang sapi Brahma, Peranakan Ongole jantan ataupun betina dan juga Brahman Cross. Karena dampaknya luar biasa, BVD disebut sebagai salah satu ancaman berbahaya bagi produktivitas seperti pertumbuhan, gangguan reproduksi, dan berat badan terus menurun.
Tingkatan penyakit ini mulai subklinis sampai fatal atau mucosal disease. Sementara kondisi akut yang ditimbulkan berupa gejala pneumonia, diare, dan mortalitas (kematian). Penularan virus BVD terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Kontak langsung penularan BVD di antaranya melalui plasenta. Sementara penularan tidak langsung terjadi melalui leleran hidung sapi yang sakit dan urine.
Sumber utama penularan BVD, di antaranya melalui saliva, air mata, dan susu. Dengan demikian, penularan antar sapi akan terjadi sangat cepat apabila kondisi peternakan tidak diperhatikan dengan baik.
Pengobatan Diare Pada Sapi
Ada beberapa langkah pengendalian BVD yang dapat dilakukan oleh pemilik peternakan sapi terjangkit seperti isolasi hewan, karantina, dan disinfeksi kandang bagi sapi yang terkena kontak dengan sapi penderita. Berikut ada beberapa pilihan usaha pengobatan pada hewan terjangkit:
- Vaksinasi hewan penderita dengan booster vaksin tunggal per tahun.
- Mencegah kontaminasi pupuk kandang terhadap makanan, air, dan pupuk.
- Menguji pemeriksaan sampel darah pada semua hewan yang lahir 3 bulan setelah ditemukan kasus BVD selama 9 bulan (dengan melihat hewan terakhir yang terinfeksi).
- Memberikan kolostrum secara maksimal pada anak sapi yang baru lahir.
Pencegahan Diare Pada Sapi
Selain pengobatan, beberapa upaya pencegahan berikut dapat dilakukan supaya penyakit BVD tidak tersebar luas:
- Vaksinasi BVD pada setiap hewan ternak yang baru lahir atau masuk ke peternakan.
- Tidak menjual sapi yang terjangkit BVD.
- Melakukan karantina pada hewan yang terinfeksi.
- Melakukan desinfeksi kandang secara menyeluruh dan rutin.
- Mengisolasi hewan baru sebelum melakukan kontak dengan hewan di peternakan selama 30 hari.
Penyakit BVD penyebab diare pada sapi, di Indonesia bersifat endemik dan memiliki tingkat prevalensi reaktor cukup tinggi di beberapa daerah. Laporan pada tahun 2006 menyatakan ada 1190 kasus BVD di Indonesia. Tahun 2009 Balai Besar Penelitian Veteriner melaporkan bahwa prevalensi penyakit BVD pada sapi potong adalah sebesar 28%, sapi BIB 37% dan sapi perah 77%.
Semoga artikel ini dapat membantu peternak agar lebih waspada terhadap penyakit BVD penyebab diare pada sapi