Mengontrol hasil menjadi motivasi untuk perkawinan sekerabat dalam industri pertanian. Misalnya sapi dikawinkan sedarah untuk meningkatkan hasil susu dan domba dipilih secara hati-hati untuk menghasilkan lebih banyak wol.
Namun ada bukti yang menunjukkan bahwa hewan tertentu yang dikawinkan sedarah dapat memiliki lebih banyak dampak negatif daripada yang positif. Ilmuwan memperingatkan bahwa dua populasi koala terbesar di Australia dapat lenyap hanya dengan satu penyakit, karena mereka begitu sering dikawinkan sedarah.
Sebuah penelitian, yang dipimpin oleh Dr. David Balding, meneliti perkawinan sedarah pada anjing ras murni. Sebagaimana hewan yang dibesarkan untuk keperluan pertanian, sifat-sifat tertentu didorong untuk muncul. Seperti pada anjing-anjing ras murni, untuk meningkatkan kualitas bulunya.
Studi ini menemukan bahwa sebagian besar anjing ras murni tersebut menderita masalah yang disebabkan oleh alel resesif, seperti penyakit jantung, tuli dan perkembangan sendi pinggul yang abnormal. Masalahnya dari 20.000 anjing boxer ras murni hanya punya variasi generik sekitar 70 anjing.
Namun, Inses ternyata tidak sepenuhnya akibat perbuatan manusia, namun merupakan bagian dari siklus hidup beberapa hewan. Sebagai contoh adalah yang terjadi pada Pola reproduksi Pyemotes boylei, sejenis tungau.
Induk tungau menyimpan telurnya di dalam badannya sampai mencapai kedewasaan dan yang pertama yang menetas adalah jantan. dan segera setelah betina menetas, para saudara jantan ini pun menghamili mereka.
Kumpulan gen terbatas dalam suatu spesies, tentu saja, memiliki dampak negatif. Ini dikenal sebagai Inbreeding Depression (Depresi Perkawinan Sedarah) dan mengacu pada penurunan populasi karena kurangnya pasangan yang sehat, seperti yang terjadi pada sapi aceh.
Solusi masalah ini sebenarnya sederhana. Seperti ular beracun di Swedia, yang terisolasi, banyak yang lahir dalam keadaan mati. Kalaupun hidup, mayoritas menderita cacat bawaan. Begitu ditambahkan ular baru, populasi mereka berkembang.
Ini disebut kawin silang, dan tampaknya menjadi solusi sementara ini, meskipun ada pula kekurangannya.
Kembali kepada sapi Aceh, demi pengembangannya yang secara teknis sesuai dengan tingkat kosumtif masyarakat di Aceh. Dinas Peternakan ( Disnak) Aceh akan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Songkhla, Thailand Selatan akan mengembangkan teknologi insemination dan incubator Station pada sapi Aceh.
Hasilnya akan sangat bermanfat karena bisa menungkatkan ukuran fisik sapi sehingga bisa menghasilkan daging menjadi lebih banyak. Otomotis harganya juga meningkat.
Selain itu, sapi Aceh diharapkan bisa menembus pasar mancanegara seperti Saudi Arabia yang setiap tahunnya membutuhkan sapi untuk qurban.